Friday 9 November 2012

sebuah perspektif : tujuan hidup itu tidak hidup

Lahir, tumbuh, sekolah, (mungkin) kuliah, kerja, sukses, menikah, punya anak, melahirkan anak, menumbuhkan anak, menyekolahkan, menua, mati.. Tahap-tahap kehidupan yang sudah sangat umum bagi manusia dan sepertinya sudah menjadi lingkaran setan sebuah kehidupan. Tapi Tuhan itu menciptakan kita sebagai makhluk yang berbeda-beda entah dari segi keimanan, ekonomi, dan apapun itu walaupun tidak mengubah posisi kita di mataNya sedikitpun. Namun status sosial terkadang seolah-olah membuat kita berbeda satu sama lain. Mereka yang beruntung terlahir dari keluarga yang berkecukupan dinilai memiliki poin lebih dibanding yang (maaf) mereka yang kurang beruntung.. Hmmm..

Kebanyakan orang tua menginginkan anaknya setelah selesai sekolah dapat bekerja, meraih jabatan yang tinggi, sukses secara finansial, menikah dengan orang yang mapan, hidup serba ada, kebanyakan sih walaupun tidak semuanya. Ada pula seorang anak yang menargetkan dirinya mendapat prestasi cemerlang saat sekolah, lalu mudah mendapat pekerjaan dengan posisi yang bisa dibilang wah dengan gaji yang cukup wah pula lalu menikah dengan seorang yang berada. Itu dibilang sukses. Saya jadi bingung, sebenarnya kriteria seseorang dibilang sukses itu seperti apa? hehe..

Di sisi lain, ada yang orang tua tidak menuntut apa-apa dari anaknya, meskipun harapan untuk anaknya bisa hidup enak itu tetap ada. Namun mereka menyadari bahwa ada batas-batas tertentu yang tidak bisa diterobos oleh orang tua karena batas itu adalah hak anaknya. Hak untuk menentukan pilihan hidupnya. Banyak pula anak yang tidak mematok kesuksesannya adalah dengan mendapatkan pekerjaan, gaji, jodoh, atau apapun yang menyilaukan mata orang lain, yang penting bahagia. Di mana anak itu menilai tingkat kesuksesannya di dunia ya kebahagiaan yang diraihnya itu. Saya rasa sah-sah saja setiap orang memilki kriteria tertentu untuk kesuksesannya. Orang berhak menentukan jalan hidupnya, tetapi Tuhan lebih berhak memutuskan jalan itu cukup layak atau tidak untuk dilewati oleh orang itu. Tssaaah..

Tapi setelah saya pikir-pikir, adalah salah besar bila seseorang menganggap bahwa tujuan hidupnya adalah sukses dalam artian duniawi. Kenapa? Tiba-tiba saya menganalogikan kehidupan ini seperti mendaki gunung. Apakah tujuan orang mendaki gunung adalah mencapai puncak? TIDAK! Saya yakin pendaki ulung dari belahan dunia manapun pasti memiliki kekhawatiran kalau-kalau dia tersesat, hilang, dan tidak ditemukan dalam pendakian yang sedang dia jalani itu. Jadi saya berkesimpulan bahwa tujuan orang mendaki gunung bukanlah mencapai puncak, tetapi selamat sampai rumah dan kembali bertemu keluarga, teman, serta sanak saudaranya. (Silakan mengangguk kalau yang saya tulis ini benar). Sejatinya begitulah kehidupan di  mata saya, tujuan hidup seseorang sebenarnya bukanlah meraih kesuksesan tetapi mati dalam keadaan iman, sejenak mari kita renungkan..

1 comment:

  1. aku sukaa tulisanmu ini mbk..hehe..kangen sepik-sepik bareng mbk.

    ReplyDelete

tulung kalo komen jangan pake anonim ya, tenks..